Teknik Berlatih Paduan Suara : Tips dan Trik
Dalam dunia tarik suara kita mengenal jenis-jenis kelompok vokal seperti Duet, Trio, Kwartet, Ansambel, Paduan Suara dll. Paduan Suara sering kita saksikan pada acara-acara rutin gereja bahkan yang bersifat tahunan misalnya : Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi), Perayaan Paskah/Natal.
.
Pembinaan Paduan Suara pada umumnya bersifat temporer, artinya hanya dibentuk jika ada event yang membutuhkan dan menyewa pelatih dari luar dengan biaya yang relatif mahal. Padahal bila kita memahami trik/teknik latihan Paduan Suara sebenarnya tidak terlalu sulit dan bisa kita kerjakan sendiri. Yang penting kita bisa membuat program latihan yang baik, tentunya dengan sarana/tempat latihan yang representatif.

KLASIFIKASI PADUAN SUARA

Penulis megklasifikasikan Paduan Suara menjadi 3 (tiga) level, yaitu:

Level – 1 (Penguasaan Materi)
Kriteria : Anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi sesuai dengan notasi yang tertulis pada partitur.
Tips :
- Nyanyikan panjang pendek not sesuai nilai not pada partitur.
- Nyanyikan tinggi rendah nada sesuai dengan interval nada yang tertulis di partitur.
- Tekankan anggota untuk menghafal syairnya.
Level – 2 (Interprestasi)
Kriteria : Anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi sesuai dengan interprestasi lagu yang diinginkan oleh komponis maupun aranger lagu tersebut.
Tips :
- Latih keras/lembut suara sesuai dengan tanda dinamik pada partitur. Kalau tidak tercantum pada partitur, dinamik disesuaikan dengan makna syair atau karakter alur melody.
- Latih Artikulasi (pengucapan) syair agar terdengar jelas. Misalnya pengucapan konsonan “r”, “s”, “ng”, serta vokal a, i, u, e, o, sehingga terdengar perbedaannya.
- Perhatikan Intonasi (penekanan) suku kata yang sesuai dengan Birama lagu.
- Perhatikan Frasering (pengkalimatan) agar sesuai dengan kalimat yang benar. Ini dapat dicapai jika dilaksanakan dengan teknik pernafasan yang baik.
- Lakukan pemanasan (vokalisi) yang cukup sebelum pelaksanaan latihan dimulai agar diperoleh Timbre (warna suara) yang menyatu, sehingga tidak ada suara yang menonjol sendiri.
Level – 3 (Ekspresi)
Kriteria : Setelah melalui tahap level 1 dan 2, anggota Paduan Suara mampu menyanyikan lagu/materi dengan penghayatan dan dikeluarkan melalui ekspresi.
Tips :
- Latih cara menyanyikan lagu sesuai dengan karakter lagu, misalnya: Lagu/aransemen yang riang dinyanyikan dengan lincah dan riang. – Perhatikan pada aransemen yang terdapat tanda perubahan tempo, misalnya : Accelerando, rittardando, A- tempo dll., agar dinyanyikan dengan tepat sehingga mendukung ekspresi.
- Tidak semua anggota dapat bernyanyi dengan ekspresi. Tempatkan anggota pada posisi central dan banjar terluar (samping kiri/kanan), karena posisi ini mempengaruhi penampilan secara keseluruhan


Pembagian Kelompok Suara

Paduan suara umumnya terdiri dari 4 kelompok suara yaitu Sopran, Alto, Tenor dan Bass. Beberapa arransemen ada pula yang membagi Sopran, Meso, Alto, Tenor, Bariton dan Bass. Untuk mendapatkan balance yang baik, perlu pembagian yang tepat untuk masing-masing kelompok. Tips:
- Kelompokan anggota berdasarkan Range/ambitus suara, jangan paksakan penyanyi Alto bernyanyi dikelompok sopran dengan alasan karena kekurangan anggota sopran, demikian juga kelompok yang lainnya.
- Komposisi SATB (sopran, alto, tenor, bass) yang Ideal adalah 3:2:2:3., namun demikian pedoman di atas dapat berubah dengan pertimbangan potensi Power penyanyi yang ada.
Program Latihan

Ada peribahasa “Seberangilah sungai dari tempat yang dangkal” artinya mulailah segala sesuatu dari yang mudah dahulu. Artinya dalam membuat program latihan harus bertahap dari yang mudah dahulu.
.
Tips :
- Selesaikanlah dahulu level-1 baru kemudian mulai level-2, dst. Contoh : jangan mengajarkan materi level-2 kalau anggota belum semuanya lulus level-1, karena akan sia-sia akibat terpecahnya konsentrasi.
- Kelompok paduan suara ibarat rangkaian gerbong kereta api. Jika salah satu gerbong tersendat maka gerbong yang lain kecepatanya terpaksa ikut melambat, menyesuaikan kecepatan gerbong yang tersendat tadi. Perbaiki gerbong (baca : kelompok suara) yang lemah dahulu, baru kelompok gerbong lainnya.
- Awali latihan dengan vokalisi terlebih dahulu, sesuai dengan karakter lagu yang akan dinyanyikan. Jika lagu banyak menggunakan stacato, perbanyak vokalisi stacato, jika lagu banyak nada panjang, perbanyak vokalisi nada panjang.
- Tekankan anggota untuk membaca not, jangan menghafal not, karena kemampuan membaca sangat diperlukan dalam PS. Setelah anggota dapat menyanyikan notasi dengan benar tekankan untuk menghafal syair


Dirigen
Dirigen dalam Paduan Suara sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penampilan Paduan Suara. Idealnya Dirigen Paduan Suara merangkap pelatih sejak awal program latihan dilaksanakan, agar secara emosional akan terjalin komunikasi. Namun karena keterbatasan personel di TNI AL yang bisa memimpin Paduan Suara, seringkali Dirigen ditunjuk berdasarkan senioritas, atau dari sukarelawan yang memberanikan diri karena tidak ada yang mau menjadi dirigen. Sebaiknya hal ini dihindari.
Tips:
- Pilihlah Dirigen yang mempunyai wawasan PS lebih daripada anggota Paduan Suara lainnya, jangan berdasarkan senioritas saja.
- Fungsi Dirigen memadukan Suara dari anggotanya sehingga menjadi satu komposisi yang padu dan harmonis. Untuk itu Dirigen harus menguasai materi dengan baik dan benar, sebelum ia memadukan (memimpin) kelompok Paduan Suaranya.
- Dirigen jangan memulai aba-aba jika belum seluruh mata anggota memperhatikan Dirigen, karena kontak mata sangat penting untuk menjalin komunikasi antara Dirigen dan anggota Paduan Suara.
Demikianlah secara singkat Tips berlatih Paduan Suara, semoga dapat bermanfaat.
“Keberhasilan adalah buah dari latihan, namun tanpa disiplin, latihan tidak menghasilkan apa-apa”.
.
Selamat berlatih . . ..©
.
Sumber : Kapten Laut (KH) Albert AFR, S
MAJALAH CAKRAWALA TNI – AL
ALBUM LENGKAP KLIK :
http://albumpelatihan.blogspot.com/



Sekilas tentang :INSTRUKTUR KITA
Masa pensiun bagi kalangan pegawai dirasa amat mencemaskan karena akan menapaki suasana yang menjemukan. Setelah terbiasa menjalani rutinitas kerja kemudian berubah tanpa kegiatan yang berarti membuat banyak pensiunan stres. Namun tidak demikian dengan Musafir Isfanhari (67), dengan mengabdikan diri menjadi pengajar musik dia menemukan kesenangan karena bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Profesi guru tampaknya telah menandai garis tangannya sejak lulus dari Akademi Musik Indonesia Yogyakarta pada 1968. Sebab setahun kemudian surat lamaran kerja lelaki kelahiran Malang, 22 Desember 1945 ini diterima sebagai tenaga pengajar pada SMP Glenmor Banyuwangi. Sekolah tersebut didirikan oleh Departemen Pertanian di tengah kawasan hutan. Tak terasa dia menekuni pekerjaan tesebut selama 10 tahun dengan status Pegawai Perusahaan Negara.
“Di sekolah tersebut saya tidak hanya mengajar musik tetapi beberapa mata pelajaran sesuai dengan kebisaan saya,” tutur Isfan mengimbuhi, “keunikan lain yang saya temui adalah pada umumnya masyarakat Glenmor belum bisa berhasa Indonesia. Dalam keseharian mereka menggunakan bahasa Madura sehingga menuntut saya untuk mempelajari dan ternyata mampu menguasai dengan baik.”
Meski telah memperoleh kesenangan selama mengajar namun informasi adanya peluang kerja di perusahaan pertambangan asing PT. Enco di Sulawesi Utara terasa mengusik keinginannya untuk mengubah hidupnya agar lebih sejahtera. Setelah lamarannya diterima ternyata orang tua maupun mertuanya tidak memperkenankan dia mendulang rezeki di luar Jawa.
“Karena tidak mendapat ijin orang tua akhirnya surat panggilannya saya kesampingkan. Namun di tengah kegundaan saya meyakini bahwa ada skenario Tuhan yang hendak menata kehidupan saya menjadi lebih baik dari apa yang saya inginkan,” kenang suami Titiek Kartiati ini yang terpaksa membenamkan impiannya dalam-dalam.
Setelah gagal hijrah ke Sulawesi Utara beberapa saat kemudian dia mendapat informasi adanya peluang lain yakni penerimaan pegawai di Taman Budaya Jawa Timur. Pucuk dicinta ulam tiba, kemudian dia layangkan surat lamaran yang ternyata diterima. Sesuai dengan disiplin ilmunya di bidang musik, di tempat kerjanya yang baru Isfan merasa memperoleh ruang yang lebih berkembang.
Selama bekerja di institusi kesenian tersebut sejak media 1980 hingga 1990an sebanyak delapan kali dia bertandang ke Jerman dan Jepang atas sponsor Goethe Istitut , Konjen Jepang, Taman Budaya maupun Sub Dinas Pendidikan P dan K untuk studi bahasa, musik dan pertunjukan.
“Sungguh benar maksud Tuhan bahwa Dia memiliki kehendak yang lebih mulia. Apabila saya jadi bekerja di pertambangan asing yang meskipun setting wilayah huniannya mirip dengan Eropa namun belum tentu saya benar-benar bisa ke Eropa maupun Jepang. Saya sungguh bersyukur memperoleh kesempatan berharga seperti itu,” tutur warga Banyu Urip Lor III B/10 Surabaya yang berputrakan Kartika Nawangsari S.Sos, Cindar Ayu Wulandari S.Sos dan Ario Wirawan Purnomo Yakti S Hum, ini.
Selama berkiprah di blantika musik Isfan memperoleh beberapa penghargaan, antara lain dari Dewan Kesenian Jakarta untuk karya komposisi Musik Remaja bertajuk “Sonatina Untuk Dua Clarinette” (1974), Penggarapan Tata Musik pada Lomba Bina Musika tingkat nasional di Jakarta (1986) serta Anugerah Seni dari Gubernur Jawa Timur (2008).

Berbincang tentang musik bersama Musafir Isfanhari seperti melihat langkah musafir yang melanglang buana, mengarungi sungai berkelok-kelok, banyak tema yang menarik diudar dan betapa beragamnya nuansa yang mewarnai kehidupannya. Selama aktif menjadi pegawai Taman Budaya dia menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas, baik menjadi musisi, pengajar, juri, penguji, penatar maupun pengamat .
Kini, selain melatih kelompok paduan suara di Pelindo 3 dan BKKBN Jawa Timur, sejak tahun 2007 Pak Is – sapaan akrabnya - juga mengajar paduan suara pada siswa-siswi kelas 4 hingga 6 Sekolah Luar Biasa yang mengalami kebutaan. “Meski tergolong kelas 4 bisa tapi usianya kadang setara dengan siswa SMP karena banyak yang terlambat sekolah,” tutur Isfanhari. Selain menyanyi mereka juga diajari teori musik. Materi lagu yang dinyanyikan diantaranya Tanduk Majeng (Madura), Don Dadape (Bali), Tanah Airku karya Bu Sud.
“Meski mereka tidak bisa melihat namun daya ingatnya luar biasa, dengan itulah para siswa mampu menguasai materi dengan baik. Kekuatan mengingat seperti itu juga menjadi salah satu modal penting bagi siapapun yang belajar musik. ” tutur Isfan yang dijadwal mengajar setiap Sabtu pagi.
Berkisah tentang pekerjaan tersebut pada mulanya dia dipesan agar bisa menyesuaikan diri serta berhati-hati agar jangan sampai menyinggung perasaan siswa. Namun lambat laun suasana hubungannya dengan siswanya mencair penuh malah sering bersenda gurau. “Kadang mereka berseloro, wah… mobilnya ganti ya pak, sekarang warnanya putih … Ketika mendengar itu Isfan ganti menyeletuk, “koyok weruh-weruho ae rek… rek …” Mereka lantas tertawa ger-geran
Apa enaknya mengajar? “Senang,” sahutnya spontan. “Apapun yang saya kerjakan dengan perasaan senang maka seberapa berat dan sulitnya suatu pekerjaan menjadi tidak terasa. Apalagi mengajar musik, bidang yang saya libati sejak muda, semuanya dilandasi oleh suatu kesenangan. Itu saja. Kalau sudah senang bisanya tidak begitu mempersoalkan masalah imbalan.”

Ketika pembicaraan bergeser ke masalah pensiun , Isfan memendam kisah menarik. Setelah 30 tahun membaktikan diri sebagai PNS kemudian memasuki MPP – masa persiapan pensiun, setiap hari dia mengamati para tetangganya yang telah pensiun lebih dulu. “Setiap pagi mereka membersihkan halaman, menyirami tanaman kemudian agak siang kongkow-kongkow. Melihat semua itu saya jadi berpikir, apa saya bisa begitu. Setelah lama merenung, saya menemukan jawaban bahwa harus bisa memperdayakan kemampuan.”
Pada tahun 2007 Isfanhari membuka pelatihan musik bagi musisi keroncong di Surabaya tanpa memungut biaya agar kesenian ini lestari. Materi yang diberikan berupa teori musik sedangkan masalah kemampuan, para peserta diberi kebebasan berkreasi lewat latihan. Namun program tersebut tak bertahan lama karena pesertanya enggan hadir untuk belajar secara serius.
Kembali ke waktu menjelang pensiun, Isfan tampak menyiapkan diri dengan mempelajari hal-hal baru yang kemungkinan bisa digunakan untuk beraktivitas agar tidak terkesan menjadi orang yang tak berdaya. Diantaranya belajar bahasa Mandarin, mempelajari prosesi pengantin agar bisa menjadi MC (master ceremony) juga memperdalam masalah agama karena sering ditunjuk memberi Kultum (kuliah tujuh menit) pada momen-momen tertentu.
Lagi-lagi Tuhan telah menata dirinya jauh sebelum masa pensiunnya tiba pada tahun 2002. Karena pada tahun 2000 dia diminta untuk menjadi dosen luar biasa pada jurusan musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya. Meskipun belum lulus sarjana namun keilmuannya dibutuhkan untuk mengajar teori musik dan harmonisasi musik.
“Selama menjadi dosen saya memperoleh kesenangan tersendiri. Senangnya karena bergaul dengan anak-anak muda yang cenderung kritis sehingga menuntut saya untuk selalu menambah wawasan baik lewat buku maupun internet. Dengan begitu aktivitas pikiran tetap terjaga sehingga tidak mudah pikun, juga selalu merasa muda dan terhindar dari post power syndrome yang umum menjangkiti kaum pensiunan,” ucap Isfan.
“Namun keunikan lain selama mengajar, karena statusnya sebagai dosen luar biasa maka honornya pun luar biasa minimnya yang saya terima setiap semester. Hanya saja saya tidak mempermasalahkan karena pertimbangan saya menerima pekerjaan ini karena senang,” tutur Ketua RT Banyu Urip Lor III B/10 Surabaya ini mengunci percakapan menjelang sore di pelataran Taman Budaya. □ (Rokimdakas)
Baca selengkapnya…

0 komentar